Art & Culture

Cinta Tak Pernah Sederhana

Pementasan Konser Musikal Mengangkat Puisi-Puisi Cinta

DJAKARTA.ID – Bulan Maret 2019, PT Balai Pustaka (Persero) bekerja sama dengan Titimangsa Foundation mengangkat karya sastra Indonesia, yakni puisi ke dalam seni pertunjukan. Mereka menghadirkan pementasan konser musikal puisi-puisi cinta bertajuk “Cinta Tak Pernah Sederhana”. Pertunjukan ini berlangsung di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada tanggal 16 – 17 Maret 2109.

Indonesia memiliki banyak penyair dengan puisi-puisinya yang menjadi penanda perkembangan intelektual bangsa. Bertemakan cinta, karya-karya tersebut menjadi sebuah angin keindahan yang menyejukkan. Inilah yang menjadi dasar pementasan bertajuk “Cinta Tak Pernah Sederhana”. Sajian konser musikal puisi karya dari 26 penyair Indonesia yang disusun menjadi sebuah dialog, nyanyian, hingga diwujudkan ke dalam tata visual indah dan megah.

“Balai Pustaka merupakan rumah bagi karya sastra Indonesia sejak pertama kali berdiri, sebut saja Layar Terkembang atau Salah Asuhan. Karya klasik tersebut terus dikenang oleh masyarakat kita. Pementasan ini sejalan dengan visi misi Balai Pustaka sebagai korporasi pelestari dan pengembang budaya. Melalui pertunjukan konser musikal puisi ini, kami harap Indonesia menjadi lebih mencintai karya-karya sastra para penyair yang berperan membangun karakter bangsa kita lebih cerdas dan berbudaya,” ujar Achmad Fachrodji, Direktur Utama PT Balai Pustaka (Persero).

Titimangsa Foundation sendiri merupakan yayasan nirlaba yang bergerak di bidang budaya. Aktris Happy Salma adalah salah satu founder-nya bersama Yulia Evina Bhara yang resmi didirikan sejak Oktober 2007. Yayasan ini telah menghasilkan beberapa karya pertunjukan seperti “Ronggeng Dukuh Paruk (2009)”, “Hanya Salju dan Pisau Batu (2010)”, “Monolog Inggit (2011)”, “Pita Loka (2013)”, “Tanah Air (2014)”, “Wayang Orang Rock Elaya (2014)”, dan sebagainya.

“Pementasan kali ini begitu istimewa bagi saya dan para aktor yang terlibat. Sastra merupakan nutrisi batin saya. Ide dari pertunjukan ini bermula dari 2 tahun lalu ketika saya membayangkan untuk membuat pemanggunan puisi-puisi cinta para penyair Indonesia. Saya ingin mengemasnya secara berbeda, tidak sekadar pembacaan atau deklamasi saja. Saya ngobrol dengan Agus Noor, dan terciptalah konsep pertunjukan ini. Ada alur kisah, dialog, dan tentu saja nyanyian,” ucap Happy Salma.

Para aktor yang terlibat dalam pementasan “Cinta Tak Pernah Sederhana” ini adalah Reza Rahadian, Marsha Timothy, Chelsea Islan, Atiqah Hasiholan, Sita Nursanti, Teuku Rifnu Wikana, hingga Butet Kartaredjasa. Ada juga Wawan Sofwan, Iswadi Pratama, dan Warih Wisatsana sebagai narrator. Kemudian, di deretan penyanyi ada Daniel Christanto, Sruti Respati, Heny Janawati, dan pemain harpa Maya Hasan.

Pementasan konser musikal ini merupakan kolaborasi antara Happy Salma sebagai Produser, Agus Noor sebagai Sutradara dan Penulis Naskah, Iskandar Loedin sebagai Penata Artistik, Handrajasa sebagai Penata Rias, dan Hagai Pakan sebagai Penata Kostum. Para aktor yang bermain dalam pertunjukan ini hampir semuanya bernyanyi dengan diiringi musik dari Penata Musik Bintang Indrianto dan koreografi garapan Josh Marcy. Sementara busana para pemain dibuat oleh designer Biyan dan menggunakan kain tenun karya Baron.

Konser musikal puisi-puisi “Cinta tak Pernah Sederhana” ini menggambarkan awal mula penciptaan. “Kata” membuat kita mengenal dunia, lalu muncul manusia pertama di mana pengetahuan pertamanya memahami nama-nama, yakni bahasa. Manusia adalah penyair pertama di surga. Kemudian ia mengenal “cinta”, munculah “perempuan” sang kekasih. Mereka menjadi sepasang kekasih pertama. Keduanya ingin mencinta satu sama lain dengan sederhana, tapi cinta tak pernah sederhana hingga mereka turun ke dunia, menyaksikan senja di bumi, saling mencintai, dan akhirnya berpisah.

Di dunia, sang laki-laki menjadi penyair yang mencintai seorang perempuan. Namun, perempuan itu masih ragu untuk mencintai balik sepenuh hati. Diambil dari puisi karya Rendra yang berbunyi “Kau tak akan pernah mengerti bagaimana kesepianku, menghadapi kemerdekaan tanpa cinta”. Penyair itu terus memperjuangkan cintanya, meskipun tak pernah sederhana. Sampai suatu kali perempuannya ditangkap, dituduh berdosa, dan meninggal dunia.

Kemudian, penyair itu meratapi kepergian sang kekasih dan sering muncul di kuburannya. Hingga sang laki-laki juga ditangkap dan dibunuh. Inilah nasib getir si penyair dan menjadi perjalanan spiritual dirinya sebagai manusia modern. Mengambil sepotong sajak legendaris dari Chairil Anwar “Aku mau hidup seribu tahun lagi”, Ia menemukan pencerahan bahwa kemerdekaannya, cintanya, dan kedekatannya dengan Tuhan. (aul@djakarta.id)