Fashion

Magellani

Hian Tjen mempersembahkan peragaan tunggal kedua diilhami cerita romantis dari rakyat Estonia

SERAMBI INSPIRASI
Suatu malam, ketika tengah menikmati liburan di Maroko, perancang busana Hian Tjen terpana menatap langit yang menghamparkan bintang gemintang di Galaksi Bima Sakti. Lewat mata teleskop Hian mendapati susunan bintang seolah menyerupai jalur yang menuju ke arah Selatan. Para ilmuwan mengamati jalur bintang itu merupakan penuntun kawanan burung saat bermigrasi di musim dingin dari Utara untuk mencari tempat yang lebih hangat di Selatan.

Kekaguman Hian bertambah saat mengetahui terselinap cerita romantis dari rakyat Estonia tentang bintang-bintang itu. Bahwasanya seorang mahadewi bernama Lindu jatuh cinta pada ketampanan Cahaya Utara dan menangis patah hati karena kekasihnya tak berkepastian. Ia pun menjelma menjadi sesosok dewi yang memimpin kawanan burung yang terbang dari Utara ke Selatan. Jejak air mata sang Dewi menjadi jalur migrasi burung-burung untuk berpindah dari tempat dingin ke area yang hangat. Inspirasi Hian pun mengalir deras.

MEMPERSIAPKAN KOLEKSI
Sejak menggenggam ilham Hian Tjen mulai menciptakan desain, menggambar sketsa, menyusun mood board, menentukan siluet, memilih warna, hingga menggarap bahan baku sendiri demi mewujudkan setiap detail inspirasinya menjadi serangkaian koleksi yang tampil sempurna saat di atas panggung peraga.

Hian mengajak Ian Permana, ilustrator yang berdomisili di Bali, untuk menorehkan ilustrasi si gadis Lindu, burung-burung, planet, bulan, rasi bintang, lambang astrologi dan awan-awan agar menjadi tokoh yang dihidupkan demi mengayakan hayal Hian di atas bahan. Sang Perancang busana bahkan rela pulang pergi ke Italia menyulih ilustrasi Ian menjadi motif printing ke atas bahan-bahan halus berkualitas prima, lantaran belum ada yang dapat mewujudkannya di Tanah Air.

Di saat yang hampir bersamaan, tim artistik Hian menetaskan embellishment baru dari bulu-bulu hingga membentuk seperti bintang-bintang yang diolah dengan teknik temuan sendiri. Gemerlap langit dan kerlip bintang hadir sebagai motif yang diuntai dari benang emas, benang perak dengan teknik sulaman tangan yang sangat halus.

Di sisi lain, Hian menghimpun tim kreatifnya bekerja sama dengan pihak-pihak pendukung acara untuk mendirikan panggung megah dengan atmosfer angkasa, termasuk siraman cahaya yang spektakuler, musik pengantar dan meramu gerak laku model yang dapat menjunjung persembahan agar para penonton dapat menangkap inspirasi sang Desainer secara utuh.

Setelah empat bulan berjibaku dengan persiapan impian Hian Tjen mewujud dalam koleksi 59 set busana Hian Tjen Couture 2017 – 2018 Collection dan memberinya tajuk MAGELLANI (dibaca: ma-gè-la-ni, diambil dari nama galaksi kecil yang mengitari Bima Sakti) yang dipersembahkan di hadapan para clienteles, pecinta mode, pewarta, dan fotografer media di Ballroom Dian, Raffles Hotel – Jakarta (6/9/2017).

PERSEMBAHAN KOLEKSI
Sejak menampilkan peragaan tunggal perdana 2015 lalu, Hian Tjen telah memperlihatkan dedikasi dan tanggung jawab besarnya sebagai perancang dengan menggelar peragaan busana secara rutin sebagai pernyataan modenya.

Berbeda dengan penampilan busana pada peragaan Tunggal Perdana Hian Tjen: Chateau Fleur dua tahun lalu yang penuh drama, koleksi adi busana MAGELLANI bergaris desain lebih ringkas, lebih ringan, sekaligus lebih bergaya kekinian. Bagi Hian menggarap koleksi busana dengan garis ringkas menghadapkannya pada tingkat kesulitan yang jauh di atas saat mencipta busana yang sarat unsur dekoratif, karena desainer dituntut menangkap esensi siluet yang ingin ditampilkan. Detail ditambahkan hanya untuk menguatkan desain bukan penghias.

Ini terlihat pada jaket berlengan lonceng yang dipadu rok lebar klok dari bahan flanel, atau terusan span berbahan tipis, dalam nafas mode era 1940-an. Detail bintang-bintang yang dijahitkan satu per satu di atas gaun bukan hanya mempercantik rancangan tapi lebih untuk mempertegas ide. Pada busana lain Hian menandaskan torso transparan pada busana bersiluet lurus serta gaun-gaun malam panjang dengan rok tumpuk di atas bahan tulle untuk memberi kesan tokoh dewi.

Ada pula sebuah jaket lebar berlukiskan citra tokoh gadis Lindu di antara lambang astrologi hasil sulam tangan yang menjadikannya sebagai aksen penyita perhatian. Kekayaan sulam tangan dan bordir ini tampak pula menguatkan rancangan blus, rok, dan gaun-gaun yang saling berpadupadan dalam garis simpel.
Rok tumpuk/tier dress hadir dalam lipit-lipit dan jumbai-jumbai yang di susun helai demi helai hingga berjajar rapi di atas busana. Rumbai-rumbai bersinergi pula dengan bahan semacam jerami yang kaku untuk mendapatkan rancangan berkesan luwes. Hiasan kristal swarovski, payet, dan bebatuan di atas busana seperti tengah memendarkan cahaya mirip kerlip bintang di langit dan menjadikannya rupawan.

Kemampuan Hian dalam menguasai dan menaklukkan bahan juga terlihat saat ia menangani material, baik yang tebal bertekstur halus seperti silk gazar, kaku seperti scuba, ataupun tipis seperti tulle. Bahan-bahan itu dipotong-potong, seakan-akan dirajang, lalu disusun ulang menjadi motif baru atau dipadu dalam warna-warni berbeda dalam rupa jaket, rok, dan blus.

Hian menentukan warna dusty pink, slate blue dan midnite blue, serta menyisipkan warna keemasan dan keperakan di antaranya, yang mendominasi elegansi koleksi MAGELLANI untuk menceritakan fenomena alam ketika senja menjelang dan malam menutup hari.

Pada umumnya, citra, kesuksesan sampai eksklusivitas desain seorang perancang busana tercermin saat ia telah memantapkan posisinya di dunia mode dengan gayanya sendiri. Pada Hian kita telah dapat menangkap hal itu. Hian pandai membangun hal-hal baru dari gaya klasik yang difahaminya sehingga muncul karakter kontemporer yang eksklusif sebagai signature style karya Hian Tjen.