Holiday Season

Pelestarian Warisan Kuliner Nusantara Dengan Sajian Tongseng

Bango melanjutkan komitmennya untuk senantiasa melestarikan warisan kuliner Nusantara melalui inspirasi hidangan di hari raya Idul Adha

Menjelang perayaan Idul Adha tahun ini, Bango mengangkat keistimewaan salah satu warisan kuliner Indonesia berbahan kambing yang tentunya selalu digemari oleh seluruh anggota keluarga, yaitu Tongseng. Untuk itu Bango secara khusus menghadirkan rahasia kelezatan hidangan tongseng kambing dari tiga penjaja kuliner legendaris yang berasal dari berbagai wilayah Pulau Jawa.

Meila Putri Handayani, Head of Marketing Savoury and Spread PT Unilever Indonesia, Tbk. menuturkan, "Kemeriahan perayaan Idul Adha menjadi momen yang sangat identik dengan santapan hidangan daging kambing bersama keluarga tercinta. Kali ini kami ingin menginspirasi para ibu untuk menyajikan hidangan Tongseng yang ternyata merniliki begitu banyak keistimewaan, sehingga menjadikannya sebagai salah satu warisan kuliner Nusantara yang patut kita kenali, cintai, dan lestarikan."

Tidak banyak yang tahu bahwa Tongseng ternyata memiliki kisah panjang yang mencerminkan kekayaan sejarah kuliner Nusantara. Awal mula keberadaannya bahkan bisa ditelusuri dari mulai abad 18-19 Masehi saat bangsa Arab dan India mulai datang ke Indonesia. Mereka memberikan pengaruh budaya kuliner dengan memperkenalkan ragam hidangan kambing dan domba. Berabad kemudian, di daerah Jawa tengah, Jawa Timur dan Jogja, bermunculan beberapa daerah yang banyak dihuni oleh keturunan Arab dan India, yang kemudian dikenal sebagai daerah penghasil kambing yang baik. Warga lokal akhirnya mulai mengolah berbagai hidangan kambing. Kreasi pertama yang dikenal adalah sate kambing dengan cara penyiapan dan penyajian khas Nusantara.

Karena sate biasanya hanya menggunakan daging atau hati, sisanya yaitu jeroan dan tulang kemudian diolah lagi menggunakan bumbu rempah dan santan, menghasilkan hidangan bernama gule/gulai kambing yang merupakan pasangan sate. Setelah sate dan gule, kemudian masyarakat di Selatan Jawa mulai meracik menu baru, dimana saat itu pabrik gula pasir dan juga gula merah tradisional mulai beroperasi dan pabrik kecap manis mulai berproduksi. Terciptalah sebuah hidangan yang dibuat dengan cara mengoseng daging kambing bersama kecap, aneka bumbu iris, dan memasaknya dengan kuah gulai. Untuk menambah tekstur dan kesegaran, diberi irisan tomat dan kubis. Hidangan ini kemudian dikenal dengan nama Tongseng.

Arie Parikesit, seorang pengamat kuliner bercerita, "Cikal bakal hidangan Tongseng dipercaya berasal dari Kecamatan Klego, Boyolali. Dulunya, masyarakat kecamatan Klego mencari nafkah dengan bertani, namun ternyata mata pencaharian ini belum dapat mencukupi kebutuhan mereka. Akhirnya mereka beralih profesi ke menjual sate dan Tongseng sampai sekarang, bahkan kita bisa menemukan Patung Sate Tongseng yang menunjukkan kebanggaan masyarakat Klego pada hidangan otentik ini. Sejalan dengan waktu dan perpindahan penduduk kecamatan Klego di wilayah-wilayah lain, hidangan ini bermunculan di berbagai tempat di Pulau Jawa."

"Persebaran Tongseng diikuti dengan keragaman bumbu dan penyajian yang sedikit dimodifikasi, namun tetap berakar pada citarasa otentik. Namun, di tengah keragaman tersebut, kecap tetap menjadi salah satu bahan kunci yang memantapkan rasa manis dan gurih hidangan Tongseng kambing Nusantara," sambung Arie.

Alya Rohali, sosok selebriti yang selalu berupaya untuk memanjakan keluarganya dengan masakannya, terutama pada momen-momen istimewa seperti Idul Adha berbagi pengalamannya dalam mengolah Tongseng, "Salah satu alasan saya memilih untuk mengolah Tongseng adalah karena saat Idul Adha biasanya bagian daging kambing kurban yang saya dapatkan sangat beragam. Tongseng menjadi pilihan yang tepat karena hidangan ini sangat fleksibel, isiannya dapat menggunakan berbagai bagian kambing, dari mulai daging, jeroan, tulang, buntut, dan lainnya."

Alya kemudian menambahkan bahwa setelah mengetahui kekayaan sejarah dan keragaman Tongseng, ia menjadi lebih bersemangat untuk menghidangkannya karena dapat ikut berperan melestarikan warisan kuliner Nusantara yang begitu istimewa ini di rumah.

Meila menanggapi, "Tongseng memang menjadi hidangan yang sangat tepat untuk disajikan saat Idul Adha. Selain karena sejarahnya yang luar biasa, pengolahannya pun unik karena memadukan beberapa teknik masak, yaitu teknik menumis dan merebus sehingga Tongseng semakin kaya rasa dari bumbu-bumbu yang digunakan saat merebus maupun menumis. Dengan teknik pengolahan Tongseng yang tepat, kambing tidak lagi terasa alot, bumbunya lebih meresap dan bau prengus pun hilang. Oleh karena itu, kami sengaja menghadirkan tiga legenda kuliner tongseng kambing karena mereka adalah sumber inspirasi terbaik untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman, sehingga para ibu tidak perlu lagi merasa ragu mengolah Tongseng di rumah."

Legenda kuliner pertama adalah Tongseng Pondok Sate Kambing Muda Pejompongan, Jakarta. Usaha kuliner yang dibangun oleh Pak Sukatni tahun 1994 ini merupakan salah satu pondok sate paling legendaris di Jakarta. Bahkan, saking tersohornya, Pondok Sate Kambing Muda Pejompongan dinobatkan sebagai salah satu Duta Bango di pelaksanaan Festival Jajanan Bango 2009. Selain sate, Tongseng merupakan menu yang paling difavoritkan pengunjung karena citarasa daging kambingnya yang sangat empuk dan berbumbu. Salah satu rahasianya adalah penggunaan nanas yang diblender saat menumis daging kambing, sehingga daging terasa lebih empuk.

Legenda selanjutnya adalah Tongseng Petir Pak Nano yang terletak di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Mencerminkan nama warung yang sudah berdiri sejak tahun 1984 ini, tongseng kambing yang juga menjadi favorit di warung ini memiliki rasa pedas yang ‘menggelegar’ dari penggunaan cabe rawit yang sangat royal, selain bumbu-bumbu lainnya yang juga sangat terasa. Uniknya, pengunjung bisa memesan tingkat kepedasannya, dari mulai level PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), play group, hingga yang paling pedas: level profesor.

Tongseng lainnya dipersembahkan oleh Tongseng Kicik Pak Jede, Yogyakarta. Cara membuat Tongseng Kicik-nya yang ternama sangat mirip dengan pembuatan tongseng pada umumnya, tapi jika tongseng biasanya berkuah encer dan banyak, Tongseng Kicik dimasak sedemikian rupa sehingga tampilannya sekilas mirip dengan "baceman". Kuah yang diresapkan sepenuhnya hanya meninggalkan sedikit kuah yang sebih mirip saus, kental dan berbumbu.

"Melalui inspirasi yang Bango hadirkan dalam acara ini, semoga para Ibu tidak hanya bersemangat dan semakin percaya diri dalam menyiapkan hidangan tongseng kambing yang variatif dan menggugah selera, tetapi juga di saat yang sama turut berperan melestarikan kekayaan kuliner Nusantara bersama keluarga tercinta," tutup Meila.