Fashion

Road to JF3 Part 2

JF3 Talk menggelar Vol.2 dengan mengundang perwakilan pemerintah

SETELAH diskusi hangat di JF3 Talk Vol.1 bulan Mei lalu, JF3 Talk Vo.2 digelar 11 Juni di Teras Lakon, Summarecon Serpong. Di JF3 Talk Vol.1 para pelaku industri membahas berbagai tantangan yang masih dihadapi industri fashion Indonesia, mulai dari keterbatasan akses pasar, rendahnya apresiasi terhadap produk lokal, hingga persoalan SDM dan bahan baku. Diskusi juga menunjukkan semangat dan optimisme bahwa dengan narasi yang tepat, kreativitas yang relevan, dan dukungan dari berbagai sektor, industri mode bisa menjadi kekuatan strategis Indonesia di kancah global.

Pada edisi kedua JF3 Talk 2025 ruang diskusi diperluas dengan mengundang perwakilan pemerintah untuk mendengar langsung pandangan dan usulan dari para desainer, pemilik brand, pengusaha tekstil, dan pelaku kreatif lainnya. Ini adalah kesempatan untuk bersama-sama merumuskan solusi nyata dan membangun ekosistem fashion Indonesia yang lebih kuat, lebih solid, dan berkelanjutan.

Ibu Thresia Mareta selaku Advisor JF3 & Founder LAKON Indonesia membuka JF3 Talk Vol. 2 dengan menyoroti perlunya kemajuan ekosistem fashion Indonesia yang dinilai berjalan ditempat. Potensi kreator lokal besar, namun butuh dukungan lingkungan dan kolaborasi lintas sektor, termasuk peran aktif pemerintah. JF3 hadir untuk memperkuat ekosistem ini dan mendorong fashion Indonesia menjadi kekuatan budaya dan ekonomi global. Semua pihak diajak untuk meninjau kembali perannya demi kontribusi yang lebih efektif.

Perwakilan pemerintah yang hadir, Ibu Irene Umar selaku Wakil Menteri Ekonomi Kreatif memaparkan kebijakan dan peran pemerintah dalam memperkuat ekosistem Indonesia. Ibu Irene menyampaikan bahwa Ekonomi Kreatif kini berfokus pada kuliner, kriya, dan fesyen, dengan fesyen sebagai sektor strategis karena merepresentasikan budaya dan berpotensi besar di pasar global. Kekayaan kain tradisional memberi daya saing, sementara kolaborasi lintas sektor terus diperkuat untuk menjaga kualitas, kurasi, dan mendorong fesyen Indonesia bersaing secara internasional melalui standarisasi dan penciptaan nilai.

Selanjutnya Ibu Irene menekankan bahwa kolaborasi antara Kemenparekraf dan ekosistem seperti JF3 harus dijalankan bersama sebagai Indonesia, dengan upaya menyederhanakan hal-hal yang rumit agar semua pihak bisa terlibat. JF3 dapat berperan sebagai panel untuk membantu pemerintah memperluas ruang bersama di industri fashion, sekaligus meningkatkan standarisasi, kriteria, kurasi, dan kualitas agar fashion Indonesia mampu menembus pasar internasional.

JF3 Talk Vol. 2 juga memberi kesempatan kepada peserta untuk menyampaikan pertanyaan atau pendapat. Nova dari Rizkya Batik menegaskan bahwa industri batik menghadapi tantangan nyata, seperti yang dialami Rizkya Batik sejak 2010. Meski batik punya pasar sendiri sebagai warisan budaya, kendala infrastruktur dan minimnya SDM yang akhirnya menjadi hambatan. Kolaborasi internasional membantu promosi, namun tantangan utamanya adalah mendorong penjualan, bukan sekadar meningkatkan awareness. Sementara Yanita dari Bisnis Indonesia dalam pertanyaannya menyoroti dua hal utama: apa upaya pemerintah dalam mendukung keberlanjutan industri fashion, terutama terkait tren thrifting di e-commerce, dan bagaimana langkah pemerintah dalam menangani dampak dari fast fashion.

JF3 Talk akan digelar kembali untuk Vol. 3 pada bulan Juli mendatang sebelum digelarnya JF3 2025.